Minggu, 31 Maret 2013

Jangan Panik Hadapi si Kecil Demam, Batuk, Pilek

-->
Berbagi pengalaman.
Sudah satu minggu ini mbak Azza dan Adek Izza gentian sakitnya. Selama itu pula tak ada senyum di bibir mbak.Azza. kembarku ini baru berumur satu setengah tahun. Mbak.Azza pun jadi cerewet dan rewel melulu. Untung kembarannya pengertian, kalo satu rewel yang satu jadi penurut. Kondisi seperi ini sangat menguras pikiran dan tenagaku.
Awalnya setelah mandi sore kondisi badan anakku berubah drastis, dia kelihatan lemas dan lesu, badannya juga agak panas. Makanpun sore itu menjadi susah sekali. Langkah awal yang aku lakukan adalah dengan memborehkan perasan bawang merah ke punggung, telapak kaki, dan perut. Jika belum mendesak sekali aku belum memberikan parasetamol, namun aku selalu sedia parasetamol di rumah sebagai antisipasi. Ternyata sampai siang harinya panasnya masih berlanjut, pengasuh anakku selama siang itu terus mengompres badannya. Bahkan kali ini disertai dengan batuk pilek.
Suamikupun sudah khawatir dan menyarankan untuk ke dokter anak. Namun aku tidak setuju. Aku ngotot mau mencoba pengobatan tradisional dan sebisa mungkin menghindari konsumsi obat, memang pada dasarnya aku juga orangnya keras kepala. Padahal awalnya jika anak sakit langsung ke dokter anak. Main setku dan cara pandangku terhadap dokter anak kini berubah setelah aku membaca arikel bahwa dokter anak di Indonesia terlalu mudah memberikan antibiotic kepada anak. Akupun mengalami sendiri ketika anakku dalam waktu semalam muntah sampai 7 kali, otomatis sebagai seorang ibu aku sangat khawatir, menunggu malam berganti pagi rasanya lama sekali. Begitu pagi aku dan suami langsung membawa salah satu dari si kembar yang muntah-muntah ke doker anak.
Setiap ke dokter anak aku tidak menyia-nyiakan untuk konsultasi. Namun karena banyaknya pasien menjadikan waktu konsultasi jadi terbatas. Aku sempat bertanya apakah penyebabnya karena bakteri? Kata dokternya bukan karna tidak disertai panas, paling ada makanan yang memicu mual, dan akan diberi obat anti mual. Atau bisa juga karena aku kebanyakan makan durian, maklum pada saat itu aku memang sedang sering mengkonsumsi durian, selain beli di rumah juga ada buah durian yang metik sendiri, so… aku kebanyakan makan, padahal aku masih menyusui. Sesampai dirumah aku kaget melihat obat yang diberikan oleh doker, lho… kok ada antibiotic??? Katanya bukan karena bakteri???. Dari situlah aku jadi cenderung kurang suka dengan pengobatan doker. Kayaknya sekarang banyak dokter yang nyambi jualan obat.
Selama anakku sakit aku berusaha dengan memborehkan bawang merah, untuk mengobati batuk pilek aku menggunakan perasan air kencur dan perbanyak minum. Aku sempat khawatir kok sakitnya ngak sembuh-sembuh. Namun aku masih keras kepala untuk tidak berobat. Kencur dan minum air putih aku perbanyak berikan kepada anak. Selama satu minggu itu, sikembar gentian sakitnya. Bahkan hari ke 5, 6, 7 selama tiga hari tersebut si kakak tidak mau turun dari gendongan, selalu minta gendong setiap saat. Aku menjadi semakin khawatir, takut kenapa-kenapa dengan kakinya. Setiap aku coba menurunkan dan aku minta kakak untuk berdiri dia malah nangis jerit-jerit minta untuk segera digendong lagi. Selama itu pula anakku jadi rewel terus, nangisnya kenceng dan menjerit-jerit tidak seperti biasanya. Kata pengasuhnya (yang momong) mungkin anakku demarinen (kepercayaan masarakat sekitar bahwa bisa jadi anak kecil terkena sawan saudara yang lagi hamil) untuk mengobatinya dimintakan sisa air minum si hamil tersebut kemudian diusapkan kemuka anak yang rewel. Sebenarnya aku tidak percaya dengan hal-hal tersebut namun aku mengikuti saja saran orang-orang yang lebih tua. Ada juga yang menyarankan untuk mandi dengan kembang kewarasan (beli di pasar), semuanya aku turuti namun kondisi anakku tidak juga membaik. Kupuuskan unuk tetap bertahan.
Malam ke8, aku berdo’a semoga besok pagi ada perubahan yang lebih baik. Akhirnya penantianku berbuah manis. Pagi hari bangun tidur, kakak tidak rewel lagi. Dia sudah mau urun dan berjalanjalan pagi. Alhamdulillah… akhirnya pengobatan radisional membuahkan hasil meskipun prosesnya lama.
Berikut bahan tradisional ang dapat digunakan sebagai antibiotic alami:
1.      Bawang merah
2.      Bawang putih
3.      Kunit
bahan-bahan tersebut mudah kita jumpai di sekiar kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar